Sore itu, saat LIBERTY mengunjungi makam Bathara Katong yang berada di
Desa Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, terlihat dua orang
yang sedang melakukan ziarah. Usai melakukan ritual menaburkan bunga dan
membaca doa selama beberapa saat, suami-istri asal Madiun. itu mengaku
melakukan ziarah dengan tujuan agar anaknya segera bisa mendapatkan
pekerjaan.
“Anak saya lulusan perguruan tinggi, tapi hingga dua tahun menganggur,
ia belum juga mendapatkan pekerjaan. Ini adalah salah satu bentuk
ikhtiar karhi, semoga dengan perantara makam Eyang Bathara katong, anak
saya segera mendapatkan pekerjaannya,” ucap mereka sebelum meninggalkan
makam Bathara Katong.
Selepas kepergian suami-istri itu, praktis ditempat
itu hanya tinggal LIBERTY dan juru kunci makam, Pak Mukim. “Bathara
Katong itu salah satu anak Prabu Brawijaya V. Dia termasuk adik Raden
Patah, raja Demak, hanya lain ibu. Dan keberadaannya di Ponorogo adalah
untuk menyebarkan agama Islam di wilayah ini,” terang Mukim.
Status sebagai anak seorang raja besar membuat Bathara Katong memiliki
tempat tersendiri di hati masyarakat Ponorogo. Karena itu pada hari-hari
tertentu, makam ini akan dipenuhi oleh para peziarah. Bahkan tak hanya
peziarah dari Ponorogo saja yang datang. Banyak juga di antara mereka
yang datang dari luar kota. Namun demikian, tujuan mereka tentu tak jauh
beda, yaitu berharap berkah dari Bathara Katong.
Mukim
juga menjelaskan bahwa selain dikunjungi masyarakat biasa, makam yang
dijaga oleh beberapa juru kunci ini termasuk tempat favorit bagi para
pejabat. Terutama yang berasal dari wilayah Ponorogo dan sekitarnya. Dan
tingkat kunjungan itu semakin tinggi bila menjelang acara pilkada.
“Sebelum menjalankan tugasnya sebagai pejabat di Ponorogo, minta restu
pada Kanjeng Bathara Katong sudah menjadi kewajiban bagi para pejabat di
sini. Karena bagaimanapun juga, beliau adalah orang yang mbahurekso
wilayah ini. Beliaulah bupati pertama Kota Ponorogo,” jelas Mukim.
Semasa hidupnya Bathara Katong juga dikenal sebagai seorang tokoh yang
sakti mandraguna. Salah satu kisah yang menggambarkan kesaktiannya
adalah pertempurannya dengan Ki Ageng Kutu, seorang demang dari sebuah
daerah di Ponorogo yang dikenal sebagai orang paling sakti. Konon, waktu
itu Ki Ageng Kutu tidak bisa menerima kehadiran Bathara Katong yang
mengemban misi menyebarkan agama Islam. Karena itulah kemudian dia
memutuskan untuk beradu kesaktian guna mempertaruhkan wilayah Ponorogo.
Pertempuran antara Ki Ageng Kutu dengan Bathoro Katong terjadi hingga
berhari-hari, soalnya keduanya sama-sama sakti dan sama-sama kuat.
Namun, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
Begitu
lamanya pertarungan antara kedua tokoh sakti ini salah satu
penyebabnya adalah karena Ki Ageng Kutu tidak bisa mati selain dengan
pusakanya sendiri yaitu tombak Korowelang. Maka dari itulah Bathara
Katong kemudian menyusun strategi bagaimana caranya agar bisa
mendapatkan senjata pusaka itu. Karena dengan mendapatkannya berarti Ki
Ageng Kutu bisa diatasi, dan tentunya misinya untuk menyebarkan agama
Islam bisa terlaksana tanpa hambatan.
Sebuah siasat akhirnya didapatkan oleh Bathara Katong yaitu dengan
meminang putri Ki Ageng Kutu yang bernama Niken Gandini. Dari tangan
Niken Gandini inilah konon Tombak Korowelang yang belakangan diakui
sebagai senjata pusaka Bathara Katong ini berhasil didapatkan. Dan
dengan didapatkannya tombak ini, maka Bathara Katong dengan mudah
mengalahkan Ki Ageng Kutu.
Dengan kemenangannya atas Ki Ageng Kutu, berarti sudah tidak ada lagi
hambatan bagi Bathara Katong. Hingga kemudian dia memutuskan untuk
mendirikan Kota Ponorogo yang sebelumnya disebut dengan nama Wengker.
Bathara Katong pun dinobatkan sebagai adipati pertama Ponorogo pada
1496. Penobatan dilakukan di atas dua buah batu gilang yang diberi
ukiran tahun terjadinya peristiwa itu. Batu gilang itu kini diletakkan
tepat di depan gapura ke lima makam Bathata Katong.
Ya, makam Bathara Katong
memang agak berbeda dengan makam- makam raja atau para tokoh lainnya.
Makam yang berada di tengah-tengah pemukiman penduduk ini memiliki tujuh
gapura pintu masuk yang melambangkan lapisan langit sebagaimana yang
dipaparkan dalam kisah Isra’ Mi’raj.
Karenanya, bagi siapa saja yang memang benar-benar berharap berkah dari
sang Bathara, maka dia harus rela berjalan menyusuri tiap gapura yang
antara satu dengan lainnya berjarak sekitar 200 meter. Jadi tentu butuh
sedikit pengorbanan, demi menggantung- kan harapan pada sang tokoh.
Sebagaimana di tempat lain, untuk bisa mewujudkan harapan, ada
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi para peziarah. Selain
berwudhu dengan air dari gentong keramat, ada larangan yang harus
ditinggalkan yaitu tidak boleh ada daun pandan dalam campuran bunga yang
digunakan untuk ziarah.
“Biasanya kalau kita beli bunga, di dalamnya pasti dicampurkan irisan
daun pandan wangi. Nah, kalau mau ke sini, daun pandan itu harus
dibuang. Sebab Kanjeng Bathoro Katong tidak suka. Dan bila tidak suka
berarti apa yang kita harapkan tentu akan sulit terkabul,” terang
Mukim. Entah apa yang menyebabkan Bathara Katong tidak suka dengan daun
pandan. Namun Mukim memberikan sedikit penjelasan bahwa daun pandan
adalah salah satu senjaia andalan Ki Ageng Kutu yang sempat membuat
Bathara Katong kerepotan dan dipukul mundur. Karena itulah, daun pandan
ini harus ditiadakan dari makam ini, agar tidak sampai mempengaruhi
kekuatan gaib yang terpancar dari makam ini. Sebab dengan berkurangnya
kekuatan itu, maka bukan tidak mungkin keistimewaan makam yang bisa
membuat orang naik pangkat akan berkurang.
Mukim juga menjelaskan bahwa bunga yang paling baik untuk diserahkan
pada arwah Bathara Katong adalah bunga talon yang terdiri dari mawar,
kantil dan kenanga. Kalau misalnya tidak membawa bunga talon, bunga
melati saja sudah cukup. Bahkan konon banyak para pengalab berkah yang
sukses hanya dengan membawa bunga melati. Terutama mereka yang memang
memiliki niat suci sesuci bunga melati.
0 komentar:
Posting Komentar